Kamis, 12 Desember 2013

KAJIAN SOSBUD MASA PERSALINAN DAN KAITAN DENGAN PELAYANAN KESEHATAN



KAJIAN ASPEK SOSIAL BUDAYA MASA PERSALINAN
DAN KAITANNYA DALAM PELAYANAN KESEHATAN

Description: C:\Users\Public\Pictures\yaspen logo.png

Disusun Oleh :
1.    Aulia Intan
2.    Elok Mekar
3.    Kristina Dameria
4.    Novia Wulandari
5.    Rahmawati N.
6.    Ratna Wulandari
7.    Ristiana Laraswati
8.    Santi Erdi
.




AKADEMI KEBIDANAN YASPEN TUGU IBU
Jl. Taruna Jaya No. 34A Bulak Sereh Cibubur Jakarta Timur
Tahun Ajaran 2013-2014


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya, kami sebagai tim penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya.
Makalah ini berjudul “Kajian Aspek Sosial Budaya Masa Persalinan dan Kaitannya dalam Pelayanan Kesehatan”, untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing mata kuliah ISBD. Selain itu juga, makalah ini diharapkan mampu menjadi sumber pembelajaran bagi kita semua untuk mengerti tentang konsep sosial budaya di masyarakat yang berkaitan dengan pelayanan kebidanan.
Makalah ini dibuat dengan meninjau beberapa sumber dan menghimpunnya menjadi kesatuan yang sistematis. Terimakasih kami ucapkan kepada semua pihak yang menjadi sumber referensi bagi kami. Terimakasih juga kepada dosen pembimbing dan semua pihak yang terkait dalam pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca sekalian. Kami dari tim penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.


Jakarta, 15 November 2013
Tim Penyusun


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................
A.    LATAR BELAKANG......................................................................................................
B.     TUJUAN..........................................................................................................................
C.     RUMUSAN MASALAH.................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................
A.    DEFINISI BUDAYA.......................................................................................................
B.     ASPEK BUDAYA TERKAIT KELAHIRAN DALAM MASYARAKAT....................
C.     MITOS-MITOS PERSALINAN DAN KAJIAN ILMIAH.............................................
D.    PENDEKATAN MELALUI BUDAYA DAN KEGIATAN KEBUDAYAAN KAITANNYA DENGAN PERAN SEORANG BIDAN................................................
BAB III PENUTUP......................................................................................................................
A.  KESIMPULAN................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................

E.      
BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Di Indonesia angka kematian maternal dan perinatal masih cukup tinggi. Mortalitas dan mordibitas pada wanita bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita muda pada puncak produktifitasnya. Tahun 1996 WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ribu ibu pertahunnya meninggal saat hamil atau bersalin (Saiffudin, dkk; 2002).
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan budaya. Berbedanya kebudayaan ini menyebabkan banyaknya mitos mengenai masa kehamilan, persalinan dan nifas. Banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, almiah, dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksa secara rutin ke bidan atau pun dokter. Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka. Resiko ini baru diketahui pada saat persalinan karena kasusnya sudah terlambat sehingga mengakibatkan kematian. Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi. Selain itu kurangnya pengetahuan dan pentingnya perawatan kehamilan.
Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang sehingga akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Jadi tidak heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah pedesaan. Menurut WHO, kematian ibu masih menjadi masalah kesehatan masyarakat utama di berbagai negara di dunia dengan angka  kematian rata-rata 400 per 100.000 kelahiran hidup.
Menurut pendekatan biososiokultur dalam kajian antropologi, kehamilan dan kelahiran tidak hanya dilihat dari aspek biologis dan fisiologisnya saja, tetapi dilihat juga sebagai proses yang mencakup seperti pandangan budaya mengenai kehamilan dan kelahiran, wilayah tempat kelahiran berlangsung, para pelaku, atau penolongnya, cara pencegahan bahaya dan pusat kekuatan dalam pengambilan keputusan mengenai pertolongan, serta perawatan bayi dan ibunya.


B.  TUJUAN
·         Mengetahui aspek sosial budaya terkait kehamilan di masyarakat
·         Mengetahui mitos-mitos yang berkembang di masyarakat serta pengaruhnya
·         Memperdalan kajian sosial budaya dan hubungannya dalam tatanan pelayanan kesehatan

C.  RUMUSAN MASALAH
·         Mitos-mitos terkait persalinan yang berkembang di masyarakat
·         Dampak perkembangan mitos-mitos persalinan di masyarakat
·         Kajian aspek sosial budaya dihubungkan dengan pelayanan kebidanan


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
F.      DEFINISI BUDAYA
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.

G.    ASPEK BUDAYA TERKAIT KELAHIRAN DALAM MASYARAKAT
Memasuki masa persalinan merupakan suatu periode yang kritis bagi para ibu hamil karena segala kemungkinan dapat terjadi sebelum berakhir dengan selamat atau dengan kematian. Berdasarkan SDKI survei terakhir tahun 2007 AKI (Angka Kematian Ibu) di Indonesia sebesar 228 per 100.000 Kelahiran Hidup (KH), angka tersebut masih tertinggi di Asia. Masih tingginya angka kematian ibu di Indonesia berkaitan erat dengan faktor sosial budaya masyarakat, seperti tingkat pendidikan penduduk, khususnya wanita dewasa yang masih rendah, keadaan sosial ekonomi yang belum memadai, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang masih rendah, jauhnya lokasi tempat pelayanan kesehatan dari rumah-rumah penduduk, kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat, perilaku masyarakat yang kurang menunjang dan lain sebagainya.
Tingkat kepercayaan masyarakat kepada petugas kesehatan, dibeberapa wilayah masih rendah. Mereka masih percaya kepada dukun karena kharismatik dukun tersebut yang sedemikian tinggi, sehingga ia lebih senang berobat dan meminta tolong kepada ibu dukun. Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah.
Penelitian Iskandar dkk (1996) menunjukkan beberapa tindakan / praktek yang membawa resiko infeksi seperti "ngolesi" (membasahi vagina dengan minyak kelapa untuk memperlancar persalinan), "kodok" (memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus untuk rnengeluarkan placenta) atau "nyanda" (setelah persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandardan kaki diluruskan ke depan selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).
Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih diberlakukan juga pada masa pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuran ini biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya, ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI, ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi. Secara tradisional, ada praktek-praktek yang dilakukan oleh dukun beranak untuk mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu. Misalnya mengurut perut yang bertujuan untuk mengembalikan rahim ke posisi semula dengan memasukkan ramuan-ramuan seperti daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk membersihkan darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan; atau memberi jamu tertentu untuk memperkuat tubuh (Iskandar et al., 1996).
Secara medis penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklamsia (keracunan kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut bila tidak ditangani secara tepat dan profesional dapat berakibat fatal bagi ibu dalam proses persalinan.
Sebenarnya, kelancaran persalinan sangat tergantung oleh faktor-faktor berikut :
§  Faktor fisik berkaitan dengan bentuk panggul yang normal dan seimbang dengan besar bayi
§  Faktor mental berhubungan dengan psikologis ibu, terutama kesiapannya dalam melahirkan. Bila ia takut dan cemas, bisa saja persalinannya jadi tidak lancar hingga harus dioperasi. Ibu dengan mental yang siap bisa mengurangi rasa sakit yang terjadi selama persalinan.
§  Faktor lain yang juga harus diperhatikan: riwayat kesehatan ibu, apakah pernah menderita   diabetes, hipertensi atau sakit lainnya; gizi ibu selama hamil, apakah mencukupi atau tidak; dan lingkungan sekitar, apakah men-support atau tidak karena ada kaitannya dengan emosi ibu. Ibu hamil tak boleh cemas karena akan berpengaruh pada bayinya.

Pengambilan keputusan dalam proses persalinan
            Proses pengambilan keputusan merujuk kepada cara – cara suami dan istri secara perorangan atau bersama – sama baik melalui pembicaraan, pertimbangan dan permintaan pendapat, perundingan, maupun tidak melalui cara – cara tersebut, dalam mengambil keputusan atas berbagai kegiatan dalam keluarga. (Marleny, 1983 dalam Susanti, 1996:30)
            Suatu penulisan tentang pola pengambilan keputusan yang sudah pernah dilakukan oleh PudjiWati Sajogjo (Sajogjo, 1993 dalam Susanti ,1996:29 ) di pedesaan jawa Barat mengemukakan 5 variasi tentang siapa yang mengambil keputusan dalam keluarga, yaitu :
1.      Pengambilan keputusan hanya oleh istri
2.      Pengambilan keputusan hanya oleh suami
3.      Pengambilan keputusan oleh suami dan istri bersama, dimana istri lebih dominan
4.      Pengambilan keputusan oleh suami dan istri bersama, dimana suami lebih dominan
5.      Pengambilan keputusan oleh suami dan istri bersama, setara

Pelaku (penolong) dalam proses persalinan
Salah satu faktor yang paling mempengaruhi apa yang akan terjadi selama proses melahirkan adalah memilih penolong dalam membantu proses melahirkan (Gaskin, 2003)
Persalinan yang aman memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai ketrampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman dan bersih (Syafrudin, 2009). Pelayanan pertolongan persalinan adalah suatu bentuk pelayanan terhadap persalinan ibu melahirkan yang dilakukan oleh penolong persalinan baik oleh tenakes seperti dokter dan bidan atau non tenakes seperti dukun.
Jenis-jenis penolong persalinan adalah :
1. Dukun
Pengertian dukun biasanya seorang wanita sudah berumur ± 40 tahun ke atas, pekerjaan ini turun temurun dalam keluarga atau karena ia merasa mendapat panggilan tugas ini (Wiknjosastro, 2007). Menurut Syafrudin (2009), jenis dukun terbagi menjadi dua, yaitu :
a. Dukun terlatih : Dukun yang telah mendapatkan pelatihan oleh tenaga kesehatan dan telah dinyatakan lulus.
b. Dukun tidak terlatih : Dukun yang belum pernah dilatih oleh tenaga kesehatan atau dukun yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus.
Penolong persalinan oleh dukun mengenai pengetahuan tentang fisiologis dan patologis dalam kehamilan, persalinan, serta nifas sangat terbatas oleh karena atau apabila timbul komplikasi ia tidak mampu untuk mengatasinya, bahkan tidak menyadari akibatnya, dukun tersebut menolong hanya berdasarkan pengalaman dan kurang profesional. Berbagai kasus sering menimpa seorang ibu atau bayi sampai pada kematian ibu dan anak (Wiknjosastro, 2005). Seperti diketahui, dukun bayi adalah merupakan sosok yang sangat dipercayai di kalangan masyarakat. Mereka memberikan pelayanan khususnya bagi ibu hamil sampai dengan nifas secara sabar. Apabila pelayanan selesai mereka lakukan, sangat diakui oleh masyarakat bahwa mereka memiliki tarif pelayanan yang jauh lebih murah dibandingkan dengan bidan. Umumnya masyarakat merasa nyaman dan tenang bila persalinannya ditolong oleh dukun atau lebih dikenal dengan bidan kampung, akan tetapi ilmu kebidanan yang dimiliki dukun tersebut sangat terbatas karena didapatkan secara turun temurun (tidak berkembang) (Meilani dkk, 2009).
Dalam usaha meningkatkan pelayanan kebidanan dan kesehatan anak maka tenaga kesehatan seperti bidan mengajak dukun untuk melakukan pelatihan dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan dalam menolong persalinan, selain itu dapat juga mengenal tanda-tanda bahaya dalam kehamilan dan persalinan, selain itu dapat juga mengenal tanda-tanda bahaya dalam kehamilan dan persalinan dan segera minta pertolongan pada bidan. Dukun yang ada harus ditingkatkan kemampuannya, tetapi kita tidak dapat bekerjasama dengan dukun dalam mengurangi angka kematian dan angka kesakitan (Wiknjosastro, 2005).
Perlakuan yang diberikan dukun beranak kepada pasien dapat berupa pemberian terapi pijat atau pemberian obat-obatan tradisional kepada sang ibu dan bayinya, baik untuk tujuan pencegahan maupun pengobatan. Bentuk-bentuk perlakuan tersebut antara lain:
§  Perlakuan selama kehamilan
Terapi pijat pada ibu hamil
Terapi pijat ini dilakukan oleh si dukun pada saat kehamilan memasuki umur 5 bulan.  Pemijatan ini dilakukan secara rutin dua minggu sekali atau satu bulan sekali dimulai kandungan berumur 5 bulan sampai tiba waktu akan melahirkan. Pemijatan dilakukan pada saat berumur 5 bulan karena janin yang berada di perut ibu dipercaya sudah mulai dapat bergerak, sehingga perlu dilakukan pemijatan. Pemijatan ini dilakukan untuk mengatur posisi sang bayi tidak sungsang pada saat akan dilahirkan (sesuai dengan posisinya).
§  Perlakuan selama kelahiran
Pada saat ibu akan melahirkan bila sang bayi tidak kunjung keluar atau tidak menunjukkan reaksi. Maka sang ibu akan disuruh untuk jalan-jalan, karena menurut sang dukun bila seorang ibu memang sudah waktunya melahirkan maka sang bayi akan keluar dengan sendirinya. Namun bila dengan cara itu bayi tidak kunjung keluar maka sang dukun akan memberikan ramuan tradisional berupa temu ireng yang di parut dan diperas. dan kuning telur, tapi jangan diberikan saat bayi belum waktunya untuk dilahirkan. Atau diberi sprit pada saat pembukaan 5 atau bila sang ibu mau juga diberikan kuning telur. Temu ireng nya di parut dan diperas. Penelitian Iskandar dkk (1996) menunjukkan beberapa tindakan/praktek yang membawa resiko infeksi seperti "ngolesi" (membasahi vagina dengan minyak kelapa untuk memperlancar persalinan), "kodok" (memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus untuk rnengeluarkan placenta) atau "nyanda" (setelah persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandardan kaki diluruskan ke depan selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).
§  Terapi yang diberikan kepada ibu hamil pascamelahirkan
Terapi yang diberikan kepada ibu hamil pascamelahirkan ini dapat berupa pembersihan sisa-sisa darah di rahim, pencegahan kehamilan kembali pada masa-masa awal setelah melahirkan (kehamilan jarak dekat), dan memperlancar air susu ibu (ASI).
1.      Pembersihan sisa-sisa darah di rahim ibu sesaat setelah melahirkan
Setelah melahirkan, di dalam rahim ibu masih terdapat sisa-sisa darah yang biasanya disebut darah kotor. Hal ini tentunya berbahaya karena dapat menimbulkan penyakit pada sang ibu. Untuk mempercepat pembersihan rahim dapat digunakan ramuan tanaman obat keluarga (TOGA) yaitu Lengkuas (Lenguas galanga atau Alpinia galanga)
Dengan cara lengkuas dimasak dengan cuka encer, dan dijadikan minuman untuk si ibu. Selain dimasak, penggunaan lengkuas untuk mempercepat pembersihan rahim bagi wanita yang baru melahirkan adalah dengan mencampurkannya dengan abu hasil pembakaran. Cara pembuatannya adalah lengkuas dan abu hasil pembakaran dicampur dengan air hangat lalu dibungkus dengan kain dan ditempelkan pada liang rahimnya selama kira-kira 15 menit. Setelah itu, perut bagian bawah diurut (ditekan) perlahan sehingga darah kotor pun keluar melalui vagina. Perlakuan ini juga dapat mempercepat penutupan lubang vagina sehingga ukurannya bisa kembali seperti semula. Selain itu, campuran abu dan lengkuas juga dibalurkan ke seluruh tubuh ibu. Hal ini dipercaya untuk menghilangkan nyeri setelah melahirkan.
2.      Memperlancar air susu ibu (ASI)
Untuk memperlancar keluarnya air susu ibu, sang dukun juga memberikan ramuan  berupa kunir, daun luntas, asam jawa, sedikit garam dan gula merah dicuci dulu kemudian dideplok atau diremas kemudian direbus sampai mendidih kemudian disaring. Ramuan ini diminum pada saat dingin karena apabila diminum masih hangat akan menyebabkan lidah si bayi menjadi putih. Sebelum melahirkan payudara dipijat ke arah puting dan putingnya juga dibersihkan.
§  Perawatan yang diberikan pada bayi
Perawatan ini berupa pemotongan ari-ari, pemijatan, serta memandikan bayi.
Pada jaman dahulu, pemotongan ari-ari dilakukan dengan menggunakan sembilu atau bambu tipis yang sisinya tajam. Namun, dewasa ini ternyata dukun beranak pun telah menggunakan gunting untuk memotong ari-ari bayi.
Setelah lahir ari2 bayi di potong, sang dukun tetap merawat sebagai bayi yaitu dalam bentuk: memandikan , hal ini dilakukan selama 7-40 hari setelah dilahirkan atau sesuai dengan permintaan sang ibu bayi.

2. Bidan
Definisi bidan menurut Keputusan Menteri Kesehatan 2007 adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk melakukan praktik bidan.
Bidan adalah seorang tenaga kesehatan yang mempunyai tugas penting dalam bimbingan dan penyuluhan kepada ibu hamil, persalinan nifas dan menolong persalinan dengan tanggung jawabnya sendiri, serta memberikan asuhan kepada bayi baru lahir (prenatal care) (Wiknjosastro, 2005). Asuhan ini termasuk tindakan pencegahan deteksi kondisi abnormal ibu dan anak, usaha mendapatkan bantuan medic dan melaksanakan tindakan kedaruratan dimana tidak ada tenaga bantuan medic. Dia mempunyai tugas penting dalam pendidikan dan konseling, tidak hanya untuk klien tetapi juga untuk keluarga dan masyarakat (Notoatmodjo, 2003).
Pada saat ini, ada dua jenis bidan, yaitu mereka yang mendapat pendidikan khusus selama tiga tahun dan perawat yang kemudian dididik selama satu tahun mengenai kebidanan dan disebut sebagai perawat bidan (Syafrudin, 2009). Salah satu tempat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak adalah BPS (Bidan Praktek Swasta). Menurut Meilani dkk (2009) BPS adalah satu wahana pelaksanaan praktik seorang bidan di masyarakat. Praktik pelayanan bidan perorangan (swasta), merupakan penyediaan pelayanan kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Setelah bidan melaksanakan pelayanan di lapangan, untuk menjaga kualitas dan keamanan dari layanan bidan, dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan kewenangannya. Penyebaran dan pendistribusian badan yang melaksanakan praktik perlu pengaturan agar dapat pemerataan akses pelayanan yang sedekat mungkin dengan masyarakat yang membutuhkannya. Tarif dari pelayanan bidan praktik akan lebih baik apabila ada pengaturan yang jelas dan transparans, sehingga masyarakat tidak ragu untuk datang ke pelayanan Bidan Praktik Perorangan (swasta).      
Layanan kebidanan dimaksudkan untuk sebisa mungkin mengurangi intervensi medis. Bidan memberikan pelayanan yang dibutuhkan wanita hamil yang sehat sebelum melahirkan. Cara kerja mereka yang ideal adalah bekerjasama dengan setiap wanita dan keluarganya untuk mengidentifikasi kebutuhan fisik, social dan emosional yang unik dari wanita yang melahirkan. Layanan kebidanan terkait dengan usaha untuk meminimalisir episiotomy, penggunaan forcep, epidural dan operasi sesar (Gaskin, 2003)
3. Dokter Spesialis Kandungan
Dokter spesialis kandungan adalah dokter yang mengambil spesialis kandungan. Pendidikan yang mereka jalani difokuskan untuk mendeteksi dan menangani penyakit yang terkait dengan kehamilan, terkadang yang terkait dengan proses melahirkan. Seperti halnya dokter ahli bedah (Gaskin, 2003)Dokter spesialis kandungan dilatih untuk mendeteksi patologi. Ketika mereka mendeteksinya, seperti mereka yang sudah pelajari, mereka akan memfokuskan tugasnya untuk melakukan intervensi medis. Dokter spesialis kandungan menangani wanita hamil yang sehat, demikian juga wanita hamil yang sakit dan beresiko tinggi. Ketika mereka menangani wanita hamil yang sehat, mereka sering melakukan intervensi medis yang seharusnya hanya dilakukan pada wanita hamil yang sakit atau dalam keadaan kritis. Disebagian besar negara dunia, tugas dokter kandungan adalah untuk menangani wanita hamil yang sakit atau dalam keadaan kritis (Gaskin, 2003).
Baik dokter spesialis kandungan maupun bidan bekerja lebih higienis dengan ruang lingkup hampir mencakup seluruh golongan masyarakat. Umumnya, mereka hanya dapat mengulangi kasus-kasus fisiologis saja, walaupun dokter spesialis secara teoritis telah dipersiapkan untuk menghadapi kasus patologis. Jika mereka sanggup, harus segera merujuk selama pasien masih dalam keadaan cukup baik (Syafrudin, 2009).
Walaupun mereka dapat menanggulangi semua kasus, tetapi hanya sebagian kecil saja masyarakat yang dapat menikmatinya. Hal ini disebabkan karena biaya yang terlalu mahal, jumlah yang terlalu sedikit dan penyebaran yang tidak merata. Dilihat dari segi pelayanan, tenaga ahli ini sangat terbatas kegunaannya. Namun, sebetulnya mereka dapat memperluas fungsinya dengan bertindak sebagai konseptor program obstetri yang pelaksanaannya dapat dilakukan oleh dokter spesialis atau bidan (Syafrudin, 2009)

4. Kerabat ibu hamil
Pada umumnya keluarga terdekat mendampingi dukun bayi atau bidan pada saat persalinan.

            Tempat Berlangsungnya Persalinan
Tidak semua orang melakukan persalinan di rumah sakit ataupun pelayanan kesehatan lain. Di beberapa daerah, masyarakat lebih menjunjung tinggi nilai – nilai adat mereka, seperti masyarakat dari Lombok Tengah tepatnya di desa Adat Sade, tempat untuk melakukan persalinannya ada di dapur
Pemberian Nama  Bagi Bayi
Di sebagian besar wilayah Indonesia, pemberian nama bagi bayi yang baru lahir adalah hal yang sangat sacral dan harus dilakukan sesuai adat yang berlaku di masing – masing daerah. Di Lombok misalnya, begitu bayi dilahirkan kita tidak bias begitu saja menamai sang bayi. Pemberian nama harus dilakukan melalui prosesi adat yang bagi masyarakat disebut Medaq api. Upacara ini dilakukan setelah tali pusar bayi terputus secara alami, yaitu pada saat bayi memasuki usia 5 – 9 hari. Biasanya orang tua akan memberikan beberapa pilihan nama bagi si bayi  dan menuliskannya di selembar kertas untuk masing – masing nama, kemudian meletakkan kertas berisi nama tersebut di sisi tempat tidur si bayi. Jika si bayi memegang salah satu kertas berisi pilihan nama tersebut, maka biasanya masyarakat akan berasumsi nama itulah yang disukai oleh si bayi.
H.    MITOS-MITOS PERSALINAN DAN KAJIAN ILMIAH
Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa melihat konsepsi budaya yang terwujud dalam perilaku berkaitan dengan kebudayaan ibu bersalin yang berbeda, dengan konsepsi kesehatan modern. Beberapa hal yang dilakukan oleh masyarakat pada ibu bersalin :
Ø Minum rendaman air rumput Fatimah akan merangsang mulas.
Memang, rumput Fatimah bisa membuat mulas pada ibu hamil, tapi apa kandungannya belum diteliti secara medis. Rumput fatimah atau biasa disebut Labisia pumila ini, berdasarkan kajian atas obat-obatan tradisional di Sabah, Malaysia, tahun 1998, dikatakan mengandung hormon oksitosin yang dapat membantu menimbulkan kontraksi. Tapi, apa kandungan dan seberapa takarannya belum diteliti secara medis. Jadi, harus dikonsultasikan dulu ke dokter sebelum meminumnya. Karena, rumput ini hanya boleh diminum bila pembukaannya sudah mencapai 3-5 cm, letak kepala bayi sudah masuk panggul, mulut rahim sudah lembek atau tipis, dan posisi ubun-ubun kecilnya normal. Jika letak ari-arinya di bawah atau bayinya sungsang, tak boleh minum rumput ini karena sangat bahaya. Terlebih jika pembukaannya belum ada, tapi si ibu justru dirangsang mulas pakai rumput ini, bisa-bisa janinnya malah naik ke atas dan membuat sesak nafas si ibu. Mau tak mau, akhirnya dilakukan jalan operasi.
Ø Keluar lendir melincirkan jalan lahir.
Keluarnya lendir semacam keputihan yang agak banyak menjelang persalinan, akan membantu melicinkan saluran kelahiran hingga bayi lebih mudah keluar.
Ini tak benar! Keluarnya cairan keputihan pada usia hamil tua justru tak normal, apalagi disertai gatal, bau, dan berwarna. Jika terjadi, segera konsultasikan ke dokter. Ingat, bayi akan keluar lewat saluran lahir. Jika vagina terinfeksi, bisa mengakibatkan radang selaput mata pada bayi. Harus diketahui pula, yang membuat persalinan lancar bukan keputihan, melainkan air ketuban. Itulah mengapa, bila air ketuban pecah duluan, persalinan jadi seret.
Ø Minum minyak kelapa memudahkan persalinan.
Minyak kelapa, memang konotasinya bikin lancar dan licin. Namun dalam dunia kedokteran, minyak tak ada gunanya sama sekali dalam melancarkan persalinan. Mungkin secara psikologis, ibu hamil menyakini, dengan minum dua sendok minyak kelapa dapat memperlancar persalinannya. Jika itu demi ketenangan psikologisnya, maka diperbolehkan, karena minyak kelapa bukan racun.
Ø Minum madu dan telur dapat menambah tenaga untuk persalinan.
Madu tak boleh sembarangan dikonsumsi ibu hamil. Jika BB-nya cukup, sebaiknya jangan minum madu karena bisa mengakibatkan overweight. Bukankah madu termasuk karbohidrat yang paling tinggi kalorinya? Jadi, madu boleh diminum hanya jika BB-nya kurang. Begitu BB naik dari batas yang ditentukan, sebaiknya segera hentikan. Demikian juga dengan telur, pada dasarnya selama telur itu matang maka tidak akan berbahaya bagi kehamilan. Hal ini disebabkan karena telur banyak mengandung protein yang dapat menambah kalori tubuh.
Ø Makan duren, tape, dan nanas bisa membahayakan persalinan.
Ini benar karena bisa mengakibatkan perndarahan atau keguguran. Duren mengandung alkohol, jadi panas ke tubuh. Begitu juga tape serta aneka masakan yang menggunakan arak, sebaiknya dihindari. Buah nanas juga, karena bisa mengakibatkan keguguran.


Ø Makan daun kemangi membuat ari-ari lengket, hingga mempersulit persalinan.
Yang membuat lengket ari-ari bukan daun kemangi, melainkan ibu yang pernah mengalami dua kali kuret atau punya banyak anak, misal empat anak. Ari-ari lengket bisa berakibat fatal karena kandungan harus diangkat. Ibu yang pernah mengalami kuret sebaiknya melakukan persalinan di RS besar. Hingga bila terjadi sesuatu dapat ditangani segera.

I.         PENDEKATAN MELALUI BUDAYA DAN KEGIATAN KEBUDAYAAN KAITANNYA DENGAN PERAN SEORANG BIDAN

Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat dengan masyarakat, mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah kerjanya.
Seorang bidan harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat khususnya, berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, anak remaja dan usia lanjut. Seorang bidan juga harus memiliki kompetensi yang cukup berkaitan dengan tugas, peran serta tanggung jawabnya.
Melihat dari luasnya fungsi bidan tersebut, aspek sosial-budaya perlu diperhatikan oleh bidan. Sesuai kewenangan tugas bidan yang berkaitan dengan aspek sosial-budaya, telah diuraikan dalam peraturan Menteri Kesehatan No. 363/Menkes/Per/IX/1980 yaitu: Mengenai wilayah, struktur kemasyarakatan dan komposisi penduduk, serta sistem pemerintahan desa dengan cara:
ü  Menghubungi pamong desa untuk mendapatkan peta desa yang telah ada pembagian wilayah pendukuhan/RK dan pembagian wilayah RT serta mencari keterangan tentang penduduk dari masing-masing RT.
ü  Mengenali struktur kemasyarakatan seperti LKMD, PKK, LSM, karang taruna, tokoh masyarakat, kelompok pengajian, kelompok arisan, dan lain-lain.
ü  Mempelajari data penduduk yang meliputi :
·      Jenis kelamin
·      Umur
·      Mata pencaharian
·      Pendidikan
·      Agama
ü Mempelajari peta desa.
ü Mencatat jumlah KK, PUS, dan penduduk menurut jenis kelamin dan golongan.
Agar seluruh tugas dan fungsi bidan dapat dilaksanakan secara efektif, bidan harus mengupayakan hubungan yang efektif dengan masyarakat. Salah satu kunci keberhasilan hubungan yang efektif adalah komunikasi. Kegiatan bidan yang pertama kali harus dilakukan bila datang ke suatu wilayah adalah mempelajari bahasa yang digunakan oleh masyarakat setempat.
Kemudian seorang bidan perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut, yang meliputi tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat dan kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan wilayah tersebut.
Dengan kegiatan-kegiatan kebudayaan tradisional setempat bidan dapat berperan aktif untuk melakukan promosi kesehatan kepada masyaratkat dengan melakukan penyuluhan kesehatan di sela-sela acara kesenian atau kebudayaan tradisional tersebut. Misalnya: Dengan Kesenian wayang kulit melalui pertunjukan ini diselipkan pesan-pesan kesehatan yang ditampilkan di awal pertunjukan dan pada akhir pertunjukan.


BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
Faktor-faktor sosial-budaya mempunyai peranan penting dalam memahami sikap dan perilaku menanggapi kehamilan dan kelahiran. Sebagian pandangan budaya mengenai hal-hal tersebut telah diwariskan turun-temurun dalam kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu, meskipun petugas kesehatan mungkin menemukan suatu bentuk perilaku atau sikap yang terbukti kurang menguntungkan bagi kesehatan, seringkali tidak mudah bagi mereka untuk mengadakan perubahan terhadapnya, akibat telah tertanamnya keyakinan yang melandasi sikap dan perilaku itu secara mendalam pada kebudayaan warga komuniti tersebut.
Kajian antropologi mengenai kehamilan dan kelahiran bagi wanita dengan segala konsekuensi baik dan buruknya terhadap kesehatan ini perlu dijadikan bahan pertimbangan bagi para personil kesehatan di indonesia  dalam upaya meningkatkan keberhasilan pelayanan kesehatan yang mereka terapkan bagi ibu. Khususnya, pemahaman yang menyeluruh dan utuh terhadap berbagai pandangan, sikap dan perilaku kehamilan dan kelahiran dalam konteks budaya masyarakat yang bersangkutan, sangat diperlukan bagi pembentukan strategi-strategi yang lebih tepat dalam melakukan perubahan yang diinginkan.
Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat dengan masyarakat, mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah kerjanya.
Seorang bidan harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat khususnya, berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, bufas, bayi baru lahir, anak remaja dan usia lanjut. Seorang bidan juga harus memiliki kompetensi yang cukup berkaitan dengan tugas, peran serta tanggung jawabnya. Agar bidan dapat menjalankan praktik atau pelayanan kebidanan dengan baik, hendaknya bidan melakukan beberapa pendekatan misalnya pendekatan melalui kesenian tradisional.


DAFTAR PUSTAKA

http://mitaerdila.wordpress.com/2013/01/06/budaya-kehamilan-dan-persalinan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar